Oleh: Ardianto Tola
Menulis merupakan bagian dari budaya akademik (academic culture) yang harus digalakkan. Budaya akademik sebagai suatu subsistem perguruan tinggi memegang peranan penting dalam upaya membangun masyarakat berbudaya (civilized society). Salah satu kultur akademik perguruan tinggi yang paling mendasar adalah tradisi keberaksaraan (literacy). Masyarakat Barat sejak abad ke-16 sudah membudayakan tradisi keberaksaraan ini (membaca dan menulis). Dampaknya, kebudayaan dan peradaban mereka maju pesat dalam hal penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya.
Dalam dunia perguruan tinggi aktivitas menulis merupakan suatu keharusan yang mutlak dilaksanakan oleh insan akademis karena menulis merupakan satu tahap knowledge cycle dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sementara itu, minat untuk menulis di kalangan civitas akademika di perguruan tinggi masih tergolong rendah. Walaupun saat ini perguruan tinggi terus mendorong minat menulis mahasiswa dan dosennya, banyak kalangan civitas akademika yang mengalami kesulitan untuk menuangkan pemikirannya menjadi sebuah tulisan yang baik dan menarik untuk dibaca. Karena menulis masih belum menjadi budaya di kalangan civitas akademika.
Dosen termasuk salah satu civitas akademika di perguruan tinggi yang memiliki wawasan intelektual tinggi diharapkan dapat menyampaikan ide/pemikiran/ gagasannya secara sistematis tidak hanya dengan bahasa lisan yang terbatas dan mudah dilupakan orang, tetapi juga dibutuhkan cara dan alat komunikasi yang baik yaitu melalui bahasa tulisan. Dengan demikian, menulis merupakan keahlian yang wajib dimiliki oleh seorang dosen. Karena selain mengajar dosen juga dibebankan kewajiban untuk melakukan penelitian, menulis artikel ilmiah dan jurnal. Tulisan seseorang yang banyak dikutip oleh orang lain akan menjadi suatu kebanggaan. Dan, itu menjadi suatu bukti bahwa hasil pemikiran kita mendapat pengakuan dari orang lain. Setiap dosen di perguruan tinggi, karenanya harus aktif menulis dan aktif melakukan publikasi ilmiah.
Sementara itu, kelemahan umum yang terjadi pada sebagian dosen di perguruan tinggi adalah karena kesibukan mengajar di kampus, sehingga melupakan salah satu kewajiban yang tidak kalah penting dari mengajar yaitu menulis karya ilmiah. Bahkan banyak dosen yang kenaikan jenjang kepangkatan akademiknya terhambat/terlambat, hanya karena kesulitan dalam membuat karya tulis ilmiah. Karya tulis ilmiah memang bagi sebagian dosen masih menjadi momok yang sulit diatasi. Menurut pengamatan penulis, tradisi kepenulisan di kalangan dosen di perguruan tinggi belum membudaya.
Untuk menumbuhkan budaya menulis di kalangan dosen, tentunya pula harus ada ‘perhatian khusus’ dari para petinggi di perguruan tinggi masing-masing. Selama ini, nyaris di berbagai perguruan tinggi di negeri ini, tak ada perhatian khusus terhadap para akademisinya yang aktif menulis dan melakukan publikasi ilmiah. Yang mungkin ada, baru sebatas angka kredit untuk mempercepat kenaikan pangkat akademik. Dibutuhkan ‘perhatian khusus’ yang lebih baik lagi.
Penulis dapat dihubungi di email ardianto@iain-manado.ac.id