Penulis: Almunauwar Bin Rusli
Would the world be better without Islam? Satu pertanyaan kritis yang mengguncang pikiran kaum muslimin pasca tragedi 11 September 2001 di Amerika Serikat. Ledakan bom tersebut telah menggoreskan luka bahkan Islamophobia. Sejak hari itu, hubungan Barat dan Islam berubah, keduanya semakin terbelah.
Data menunjukkan, meski menolak terorisme, mayoritas penduduk negara muslim sepakat bahwa teroris yang menabrakkan pesawat ke World Trade Towers dan Pentagon sering mengutip penggalan ayat Qur’an sebagai motivasi sekaligus bentuk keimanan kepada Allah (Jack Nelson-Pallmayer, 2007:48-49). Memori 15 tahun silam ini ingin mengatakan, apalah arti keyakinan jika sudah kehilangan kebanggaan.
Lantas, bagaimana kita membuktikan bahwa dunia tanpa Islam adalah dunia tanpa kedamaian? Sekarang, minat orang Barat mempelajari Islam sangat besar. Bahkan mereka sudah berdiaspora hingga ke Sulawesi Utara. Sehingga, kinerja kampus Islam dalam merespons isu-isu kemanusiaan global harus maksimal.
Menurut pengamatan saya, kinerja ini dapat diaktualisasikan lewat tiga episode.
Pertama, orientasi akademik kampus Islam harus bercorak sosial-struktural, subjektif ke objektif, normatif ke teoritis, a-historis ke historis dan wahyu umum ke spesifik.
Kedua, kampus Islam menerapkan kebijakan orientasi tersebut ke masing-masing fakultas, supaya karakter keilmuan lembaga memiliki arah yang jelas, bermakna dan argumentatif.
Ketiga, kampus Islam perlu membuka peluang kepada kelompok lain untuk belajar pada institusinya termasuk warga negara asing. Implikasinya akan terjalin jaringan keilmuan yang kosmopolitan berlandaskan solidnya emosionalitas kebhinekaan.
Sebagai kampus Islam terbesar di Sulawesi Utara, IAIN Manado bisa saja memainkan peran melalui tiga episode di atas secara atraktif, kreatif dan konsisten.
IAIN Manado diharapkan menjadi laboratorium peradaban dengan memanfaatkan potensi SDM yang ada. Dosen dan mahasiswa bertugas memobilisasi massa, memahami pilihan rasional mereka serta merumuskan kembali bingkai Islam rahmatan lil alamin, lalu menciptakan, mengatur dan menyebarluaskan ide tersebut. Pendidikan adalah mesin untuk mencetak civil society.
Sampai di sini, kita semua dipersilahkan untuk memilih, diam atau berbuat.