Penulis: Ardianto Tola
Perubahan status Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Manado menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Manado kini telah berusia dua tahun sejak diresmikannya pada 19 Desember 2014. Perubahan status kelembagaan ini merupakan manifestasi dari cita-cita besar untuk melakukan lompatan kuantum perubahan.
Agar obsesi dan cita-cita perubahan membuat lompatan kuantum yang strategis, setidaknya ada tiga pilar yang harus divitalkan dalam pengembangan kampus IAIN Manado ke depan, yaitu: Pertama, pilar pencipta ilmu pengetahuan (knowledge production). Sudah saatnya kita mengarahkan kampus untuk memproduksi pemikiran, gagasan, dan model-model baru yang lebih mutakhir dalam bidang sosial dan keagamaan (sebagai nomenklatur keilmuan lembaga). Manifestasinya ialah dosen dan mahasiswa harus didorong untuk “mencipta” atau memproduksi gagasan-gagasan dan model-model baru dalam hal pembelajaran. Semangat eksplorasi dan penemuan (exploration and invention) hal-hal baru yang bermanfaat bagi kemanusiaan harus menjadi orientasi pengajaran. Hal ini tentu merupakan suatu obsesi besar, dan karena itu membutuhkan kerja sama seluruh civitas akademik pada semua lini, memerlukan modal yang besar, dan komitmen yang tinggi, serta rasa ingin tahu yang kuat. Modal utama yang harus dimiliki adalah budaya akademik yang tinggi dan terus-menerus mendorong perkembangan keilmuan sehingga dapat menghasilkan karya-karya intelektual yang berkualitas dan bermanfaat bagi masyarakat luas.
Oleh karena itu, kampus harus didorong dan diorintasikan untuk berinvestasi pada sumber pengetahuan, yakni perpustakaan. Utamanya, repositori digital jurnal ilmiah yang menawarkan ilmu-ilmu pengetahuan terbaru. Perpustakaan harus dibangun dan dikelola dengan efektif untuk mengakomodasi tujuan ini, selain juga berfungsi sebagai simbol ‘rumah ilmu’ bagi kampus. Misalnya, University of Helsinki di Finlandia melakukan renovasi gedung perpustakaan kampusnya dengan gaya desain arsitektur yang menawan sehingga belajar dan membaca menjadi mengasyikkan. Perpustakaan di University of Helsinki pascarenovasi ini menampung jutaan koleksi buku cetak dan artikel digital. Pendek kata, perpustakaan sebagai sumber pengetahuan merupakan sebuah konsekuensi logis dari komitmen perguruan tinggi untuk memenuhi tugasnya sebagai tempat pencipta ilmu pengetahuan (knowledge production).
Kedua, pilar riset. Untuk menopang terwujudnya spirit produksi pengetahuan, maka harus ada kebijakan yang bersifat strategis dan serius dari pimpinan untuk mendorong penguatan bidang riset, baik di kalangan dosen maupun mahasiswa. Manifestasi penguatan tersebut berupa regulasi dan dukungan penganggaran yang memadai, penguatan kapasitas para dosen dalam bidang penelitian, affirmative action untuk mendorong kompetisi dalam bidang penelitian, diversifikasi bidang dan masalah penelitian, dan publikasi ilmiah hasil-hasil penelitian sehingga dapat diakses oleh masyarakat secara luas. Minimnya anggaran dalam bidang penelitian, misalnya, dipastikan tidak akan menghasilkan penelitian yang berkualitas dan mendalam. Oleh karena itu, maka wajar saja penelitian-penelitian yang ada masih jauh dari harapan.
Penguatan riset ini sangat strategis dalam rangka meningkatkan promosi dan nilai kompetitif kampus yang tentu saja berkontribusi tinggi dalam pencapaian akreditasi institusi. Perlu dicatat bahwa reputasi perguruan tinggi sangat bergantung pada riset. Bahkan semua perguruan tinggi berkelas dunia berbasis pada riset. Untuk itu, Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (LP2M) sebagai leading sector di bidang riset harus membuat Rencana Induk Penelitian sebagai pedoman pengembangan riset. Lembaga ini harus mempunyai inovasi program dalam bidang penelitian dan pengabdian yang didukung dengan berbagai instrumen regulasi yang dapat mendorong para dosen dan mahasiswa untuk melakukan penelitian dan pengabdian pada masyarakat yang berkualitas.
Dalam rangka pengembangan bidang penelitian dan keilmuan, LP2M sebagai lembaga riset kampus perlu mengarahkan programnya untuk menghasilkan karya-karya penelitian yang berkualitas, meningkatkan produktivitas publikasi ilmiah, membudayakan perolehan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atas karya civitas akademika, dan meningkatkan efektivitas dan efisiensi sistem informasi penelitian. Selain itu, ia juga harus meningkatkan tata kelelola kelembagaan dan membangun kerja sama penelitian dengan lembaga riset di perguruan tinggi dalam dan luar negeri dan lembaga-lembaga riset nonperguruan tinggi lainnya. Hanya dengan cara inilah LP2M dapat berkontribusi terhadap penguatan pilar riset.
Komitmen pada penguatan riset juga harus tercermin dalam orientasi pendidikan dan penjagaran yang dilakukan di kampus. Manifestasinya adalah pendidikan dan penjajaran yang dilakukan haruslah berbasis pada penelitian (based on research). Pendidikan dan pengajaran harus diperlakukan sebagai input penelitian. Manifestasinya ialah perlu diciptakan keseimbangan antara waktu pengajaran di kelas dan riset. Orientasi pengajaran berbasis riset dan pengembangan masyarakat ini sudah barang tentu meniscayakan perubahan yang mendasar dalam sistem perkuliahan termasuk di dalamnya adalah struktur dan pembobotan satuan kredit semester (SKS) mata kuliah program studi.
Ketiga, pilar jaringan kerja sama. Pilar ketiga yang harus diperkuat dalam rangka menyangga lembaga yang akan memproduksi pengetahuan dan meningkatkan kegiatan penelitian adalah memperluas dan mengintensifkan jaringan kerja sama dengan pihak-pihak luar, baik dalam maupun luar negeri. Karena ini konteksnya penguatan produksi pengetahuan dan penelitian, maka jaringan kerja sama yang harus diperkuat adalah kerja sama dalam bidang pengembangan keilmuan dan riset. Tentu saja sasaran dari kerja samanya adalah Perguruan Tinggi (PT), baik dalam maupun luar negeri. Interrelasi ini dimaksudkan untuk “membuka selubung kabut” yang membatasi cakrawala wawasan civitas akademika, agar tidak lagi berjalan di tempat (involutive) dan sempit (narrow minded). Wujud kerja samanya bisa dalam bentuk dosen tamu, chair lecture, pertukaran mahasiswa, akses jurnal ilmiah nasional dan internasional, dan pada saatnya nanti dapat dikembangkan kerja sama riset (collaborative research) dengan perguruan tinggi dalam dan luar negeri.
Untuk penguatan pilar jaringan kerja sama, setidaknya hal ini sudah mulai dirintis. Salah satu manifestasi penguatan kerja sama tersebut ialah pelaksanaan International Postgraduate Research Conference (IPRC) yang sukses dilaksanakan pada beberapa waktu yang lalu melalui kolabarasi lintas perguruan tinggi termasuk Universiti Sultan Zainal Abidin Malaysia. Melalui momentum IPRC ini pula, telah berhasil digagas dan dideklarasikan Southeast Asia Academic Mobility (SEAAM) sebagai wadah dalam melakukan penelitian bersama dan penguatan akademik, serta penguatan kapasistas kelembagaan masing-masing perguruan tinggi. Untuk menjamin keberlanjutan kerja sama ini maka kampus harus memiliki keberpihakan melalui dukungan program dan penganggaran yang memadai. Melalui dukungan program dan anggaran yang memadai itulah dapat dipastikan keberlanjutan penguatan pilar jaringan kerja sama.
Ketiga pilar di atas setidaknya dapat menjadi pilihan dan orientasi pengembangan IAIN Manado ke depan. Agar gerakan pengembangan dan perubahan itu terarah dengan baik, maka sudah saatnya kampus ini membentuk pusat reformasi pendidikan (centre of education reform) yang dilakoni oleh sumber daya manusia (SDM) yang tulus dan mau bekerja bukan hanya pada in-role melainkan juga extra-role. Tentu saja SDM yang hanya berbasis pada presensi sidik jari dan alpa dalam pekerjaan tidak termasuk dalam kelompok ini. Kampus yang maju adalah kampus yang diramaikan oleh kehadiran sumber daya manusianya yang meng”eksistensi”, dan bukan kehadiran artifisial alias semu.
Akhirnya, keluar dari diskursus di atas, atas nama mega proyek perubahan kita perlu menguatkan modal sosial. Modal sosial ini, sebagaimana dijelaskan oleh Francis Fukuyama bertumpu pada rasa saling percaya, mengusung kesepakatan kolektif untuk mengerjakan agenda-agenda penting dan mendasar. Logika yang melahirkan kekuatan modal sosial bergerak paralel dengan perilaku saling menghormati, saling mempercayai, solidaritas (dalam suka dan duka), dan menginginkan hasil akhir yang nyaman (win-win solutions). Semua proses dan aktivitas dalam mengokohkan modal sosial bergerak secara logis, seksama, tertib, dan penuh argumentasi cerdas (yang meyakinkan). Lanskap moral organisasi kampus seperti inilah yang niscaya mengantarkan kita pada proses lompatan kuantum perubahan yang gemilang. Dirgahayu IAIN Manado ke-2!
E-mail: ardianto@iain-manado.ac.id