Refleksi 75 Tahun Kelola Haji: Nasaruddin Umar Tunjukkan Kepemimpinan dengan Permintaan Maaf

iainmanado.official – Sebuah momen yang sarat makna dan keteladanan terpancar dari sosok Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, M.A., saat ia secara terbuka menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh jemaah haji Indonesia usai berakhirnya penyelenggaraan ibadah haji 2025. Dalam suasana reflektif usai puncak pelaksanaan ibadah haji tahun ini, Nasaruddin Umar menunjukkan kualitas kepemimpinan yang langka: berani mengakui…

By.

min read

KH-Nasaruddin-Umar

iainmanado.official – Sebuah momen yang sarat makna dan keteladanan terpancar dari sosok Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, M.A., saat ia secara terbuka menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh jemaah haji Indonesia usai berakhirnya penyelenggaraan ibadah haji 2025. Dalam suasana reflektif usai puncak pelaksanaan ibadah haji tahun ini, Nasaruddin Umar menunjukkan kualitas kepemimpinan yang langka: berani mengakui kekurangan, rendah hati, dan tulus dalam melayani umat.

Permintaan maaf yang disampaikannya bukan sekadar formalitas administratif, melainkan bentuk tanggung jawab moral yang mendalam. “Kami memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh jemaah atas segala kekurangan selama pelaksanaan ibadah haji tahun ini,” ucapnya dalam pernyataan resmi yang dirilis Kementerian Agama.

Momen ini menjadi titik refleksi penting dalam perjalanan panjang 75 tahun Kementerian Agama mengelola penyelenggaraan ibadah haji. Meski banyak pencapaian telah diraih termasuk keberhasilan menjaga kelancaran, keamanan, dan kenyamanan jemaah Nasaruddin Umar menekankan bahwa ruang perbaikan masih terbuka lebar. Ia tak menutupi bahwa dalam skala operasi sebesar haji, ada detail-detail yang mungkin belum sempurna, namun tekad untuk terus memperbaiki selalu menjadi komitmen utama.

Sebagai seorang ulama terkemuka yang dikenal luas atas dakwah moderat dan inklusifnya, Nasaruddin Umar menyampaikan bahwa ibadah haji tidak hanya menyangkut dimensi teknis atau logistik, tetapi juga menyentuh aspek spiritual, keadilan, dan ketulusan pelayanan kepada umat. Dalam kepemimpinannya, ia menegaskan bahwa “melayani jemaah adalah bagian dari ibadah, bukan sekadar tugas birokrasi.

Sikap ini mencerminkan pandangan religius yang holistik, bahwa kepemimpinan dalam konteks keagamaan harus dibarengi dengan empati, akuntabilitas, dan spiritualitas

Publik pun menilai permintaan maaf ini sebagai wujud nyata dari kepemimpinan yang berlandaskan amanah dan etika spiritual. Dalam diri Nasaruddin Umar, masyarakat tak hanya melihat figur pejabat negara atau Menteri Agama, melainkan seorang pemimpin umat yang menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, integritas, dan tanggung jawab sosial.

Langkah berani ini mendapat apresiasi luas dari berbagai kalangan, termasuk ormas Islam, akademisi, dan pengamat kebijakan publik. Banyak yang menilai bahwa keteladanan semacam ini penting untuk diteladani oleh pemimpin di berbagai sektor kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dengan refleksi 75 tahun pengelolaan haji oleh Kementerian Agama, Nasaruddin Umar menutup pernyataannya dengan ajakan untuk terus memperbaiki kualitas pelayanan haji dari waktu ke waktu. Ia menegaskan, evaluasi akan dilakukan secara menyeluruh demi memastikan bahwa ibadah haji ke depan semakin manusiawi, adil, berkualitas, dan mengajarkan bahwa kerendahan hati dalam mengakui kekurangan bukanlah kelemahan, melainkan kekuatan sejati seorang pemimpin.(Adm/FP)

Tinggalkan Balasan