Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Manado di Sulawesi Utara memiliki sejarah panjang yang tidak terlepas dari perjuangan para pemimpin Muslim di wilayah ini. Lembaga ini didirikan pada tahun 1988 oleh sekelompok pemuka Muslim di Manado yang menyadari pentingnya kehadiran institusi pendidikan tinggi Islam di wilayah tersebut. Pada awalnya, lembaga ini diberi nama Institut Agama Islam (IAI) Manado dan menempati gedung Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN), yang saat ini telah menjadi Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Model Manado. Meski dengan keterbatasan fasilitas dan sarana, para pendiri tetap berkomitmen untuk menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas bagi umat Muslim di daerah tersebut.
Pada tahun 1990, IAI Manado mengalami perkembangan signifikan dengan berafiliasi ke Fakultas Syari’ah IAIN Alauddin Makassar, yang kini dikenal sebagai Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar. Afiliasi ini memungkinkan IAI Manado untuk mendapatkan dukungan akademik dari institusi yang lebih mapan, memperkuat kurikulum dan proses pendidikan yang ada. Seiring waktu, pada tahun 1994, Fakultas Syari’ah IAIN Alauddin di Manado akhirnya menempati lokasi permanen di daerah Perkamil, yang menandai langkah maju dalam kemandirian operasional lembaga ini. Dengan demikian, IAI Manado tidak lagi menumpang di gedung PGAN Manado dan mulai membangun identitasnya sendiri sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam yang solid.
Perubahan besar terjadi pada tahun 1997, ketika melalui Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1997 dan Keputusan Menteri Agama Nomor 197 Tahun 1997, Fakultas Syari’ah Filial IAIN Alauddin ini resmi dipisahkan dari lembaga induknya dan menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Manado. Sejak saat itu, STAIN Manado menjadi satu-satunya perguruan tinggi Islam negeri di Sulawesi Utara, dengan tanggung jawab yang besar dalam menyediakan pendidikan tinggi Islam bagi masyarakat di wilayah tersebut. Perjalanan STAIN Manado terus berlanjut hingga akhirnya, setelah beroperasi selama kurang lebih 18 tahun, lembaga ini mengalami transformasi status pada bulan November 2015. Berdasarkan Peraturan Presiden RI Nomor 147, STAIN Manado diubah statusnya menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Manado, yang mengukuhkan posisinya sebagai institusi pendidikan tinggi Islam terkemuka di Sulawesi Utara.
Lokasi kampus IAIN Manado yang terletak di bagian timur Kota Manado, tepatnya di Kelurahan Malendeng, Kecamatan Paldua, sangat strategis. Pembukaan jalur ringroad yang menghubungkan berbagai daerah di Sulawesi Utara, seperti Kota Manado dengan Kabupaten Minahasa Utara dan Kota Bitung, semakin memperkuat posisi IAIN Manado sebagai pusat pendidikan tinggi Islam yang mudah diakses. Jalur ini juga menjadi penghubung utama antara Kota Manado, Bandara Internasional Sam Ratulangi, dan beberapa daerah penting lainnya di Sulawesi Utara. Pada awalnya, kampus ini hanya menempati area seluas 4 hektar, namun pada tahun 2009, luas tanahnya bertambah sebesar 5 hektar, sehingga totalnya menjadi 9 hektar. Dari keseluruhan area tersebut, sekitar 40 persen telah digunakan untuk pembangunan berbagai fasilitas pendidikan, seperti ruang kuliah, aula, gedung perkantoran, serta lapangan olahraga seperti voli, tenis lapangan, dan futsal.
Mahasiswa IAIN Manado datang dari berbagai daerah di Sulawesi Utara dan sekitarnya, termasuk Kota Manado, Kota Tomohon, Kabupaten Minahasa Induk, Kabupaten Minahasa Selatan, Kabupaten Minahasa Utara, Kabupaten Minahasa Tenggara, Kabupaten Sitaro, Kabupaten Talaud, Kabupaten Bolaang Mongondow Induk, Kota Kotamobagu, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, dan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan. Tidak hanya itu, mahasiswa dari Provinsi Gorontalo, Kepulauan Maluku, terutama Ternate, Makassar, dan bahkan Papua Barat juga turut menuntut ilmu di IAIN Manado. Komposisi mahasiswa yang sangat plural, baik dari segi suku maupun daerah asal, menciptakan lingkungan akademik yang kaya akan keberagaman. Di antara mereka terdapat mahasiswa dari berbagai suku, seperti Minahasa, Bugis, Ternate, Bolaang Mongondow, Jawa, Madura, Sunda, Arab, Minang, Gorontalo, dan Ambon. Keberagaman ini tidak hanya memperkaya dinamika kehidupan kampus, tetapi juga memperkuat semangat inklusivitas dan toleransi di lingkungan IAIN Manado.